Translate

Kamis, 10 Oktober 2013

Si Kabayan

      SI KABAYAN KARYA M.O KOESMAN 

                                           untuk memenuhi tugas Mata kuliah Sosiologi Sastra,                                                Dosen : Asep Yusup Hudayat, M.A

http://news.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/logo-unpad1.jpg

disusun oleh :
Liska Puri
180210120011




FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR-SUMEDANG


SI KABAYAN
            Penulis memilih ‘Si Kabyan’ karya M.O Koesman ini sebagai material penelitian dalam Sosilogi Sastra. Buku ini diterbitkan oleh Kiblat  pertama kali pada bulan Mei 2013.
Hipotesis         : Nilai Moral
                                               


1.     Kabayan dalam Lingkungan Sosialnya

Kabayan adalah tokoh urang Sunda yang sudah banyak dikenal, khusunya di kalalangan masyarakat Sunda. Entah benar atau tidaknya tokoh Kabayan ini, bagi saya Kabayan adalah tokoh yang hidup, hidup dalam cerita lisan di masyarakat, dalam buku-buku cerita tentangnya, dan dalam ingatan mereka yang menyukai sosoknya.
Buku cerita karya M.O Koesman ini adalah buku cerita pertama tentang Kabayan yang pernah saya baca. Minim memang pengetahuan saya tentang sosok Kabayan ini. Kabayan menjadi hidup, ketika dia masuk dalam lingkungan sosial pada karya, dan dia hidup. 
Kabayan adalah suami dari Nyi Iteung. Sosok yang sangat suka tidur dan sangat suka dengan dunia mimpinya.  Kabayan dikenal oleh tetangganya sebagai orang yang bodoh, karena selalu berbicara apa adanya, tidak suka basa-basi dan polos. Dia juga sangat cerdik, dalam memanfaatkan keadaan.
Sosoknya menggambarkan sifat manusia yang ingin selalu dipuji dan mempunyai nama dalam masyarakat. Contohnya saja tergambar pada bagian cerita “Moro Uncal”, disaat warga yang lain berburu, dia malah sibuk main-main. Kancil yang dikejar-kejar warga berlari ke arah Kabayan, Kabayan yang ketakutan naik ke pohon, kain sarungnya menutup kepala si kancil, akhirnya kancil itu berhasil ditangkap. Warga yang tahu hal ini sangat memuji Kabayan, ketika ditanyakan bagaimana caranya, dia menjawab bahwa dia sengaja naik untuk menangkap kancil tersebut.
Dia juga sering bersikap jail, contohnya saat menakuti mertuanya dengan berpura-pura menjadi hantu, agar dia diperlakukan baik oleh mertuanya. Meskipun ulahnya kadang konyol, Kabayan sosok yang sangat peka terhadap lingkungannya. Contohnya pada saat tetangganya mengadakan pesta pernikahan, tapi dia tidak di undang. Dia tidak lantas diam dan menggerutu, tapi dia melakukan hal-hal konyol, dengan bertelanjang dada dan mengukur seberapa jauh rumahnya dengan rumah tetangganya. Orang-orang yang melihatnya merasa aneh, Kabayan berhenti setelah dia diundang secara langsung oleh tetangganya.

2.     Nilai-nilai yang tersirat dalam cerita

Ditengah semua kisah konyol yang dilakukan Kabayan tersirat nilai-nilai moral yang kadang terlupakan. Nilai-nilai yang terkandung dalam cerita ini, mungkin sepele, tapi begitu sangat masuk akal, karena mungkin penyampaiannya yang sederhana dan dengan gaya hiburan. Semuanya terjawab ketika pertanyaan-pertanyaan aneh muncul dalam pikiran saya.
“Apa yang akan kita lakukan ketika melihat 
 sebuah nangka hanyut di sungai dan melewat di depanmu?”
            Kabayan mencari nangkannya yang hanyut ke sungai. Ketika dia bertanya ternyata ada seseorang yang membawa nangkanya. Ketika dia menghampiri rumah tetangganya itu, dia sangat kaget, ada seekor kambing yang tengah memakan cangkang buah nangka, karena tidak ada orang di rumah itu, lalu dia membawa kambing itu ke rumahnya. Muncul satu pertanyaan lagi.
(“Apa kalian memikirkan hal yang sama? sikap Kabayan ini aneh” Hehe). Tak lama kemudian tetangganya datang untuk menanyakan kemana kambingnya. Hal yang sangat membuat saya tertegun, dengan polosnya dia menjawab
“Bah Asik, nangka kuring nyasab ka imah bapa. Tadi téh dititah balik ti heula, tapi pohoeun jalan ka imah. Nya méngkol ka imah Abah. Ku Abah lain dituduhkeun ka mana jalann ka imah kuring kalah ka di recah.”
.........
“Teuing embé Abah teuing nu saha, tadi téh aya embé asup ka pakarangan imah. Kawasn mah pohoeun jalan. Ah, teu loba omong, direcah wé ku kuring téh. Lumayan keur deungeun sangu”[1]

“Pernahkah kalian melawan pada yang berkuasa?”
Kabayan melawan pada yang berkuasa agar dia bisa makan. Ketika seluruh warga dikerahkan untuk mencari ikan sebanyak-banyaknya di kali untuk mereka yang berkuasa, dan warga yang mencari ikan hanya berhak memakan ikan kecil. Dia bertindak dengan pura-pura keracunan. Akhirnya mereka semua pergi karena takut mereka yang berkuasa keracunan, dan meninggalkan semua ikan. Singkat cerita Kabayan dan keluarganya dapat makan dengan megah.
“Ketika kita menanam sesuatu di kebun milik orang lain,   Apakah itu milik kita?   Ketika ada sesuatu yang tumbuh di kebun kita, dan berbuah lebat.  Apakah itu milik kita?”
Kabayan begitu jujur, dia menjual hasilnya dengan murah, bahkan ketika ada yang bertanya berapa harganya, dia menjawab :
“Kuring mah teu ngahargakeun. Sabaraha gé moal burung teu ditarima. Najan teu dibayar gé, pék teuing. Da lain nangka pelak kuring. Jadi ku sorangan, ngan kabeneran ayana di kebon kuring. Nu melakna mah teuing careuh teuing manuk”



[1] Si Kabayan karya M.O Koesman halaman 12-14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar